Warucraft Karangwaru, Menghidupkan Kembali Warisan Seni Tekstil Tradisional

by -12 Views
banner 468x60

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Dalam era globalisasi yang terus berkembang, seni tradisional Indonesia menghadapi tantangan serius untuk tetap eksis. Di Kampung Petinggen, Kelurahan Karangwaru, muncul kelompok bernama Warucraft Karangwaru sebagai respons atas keterampilan masyarakat yang diwujudkan dalam sebuah kerajinan yang dikelola oleh sekelompok ibu-ibu.

banner 336x280

“Kelompok ini bertekad untuk mempertahankan dan memajukan berbagai teknik seni tekstil warisan, meliputi ecoprint, jumputan, shibori, dan batik canting,” ujar mahasiswa Universitas Amikom Yogyakarta, Novita Dewi Astuti, yang sempat menjalani magang di Warucraft Karangwaru.



Untuk harganya sangat terjangkau dimulai dari Rp 90 ribu ampai Rp 250 ribu. Cara mendapatkannya juga sangat mudah bisa melalui pembelian online via Whatsapp dan untuk offline di Mall Malioboro. “Warucraft Karangwaru berperan sebagai penghubung vital antara kebijaksanaan masa lalu dan aspirasi generasi mendatang dalam memelihara budaya nusantara,” ujar Novita.

Teknik ecoprint, yang memanfaatkan pewarna alami dari tumbuhan dan material organik untuk menghasilkan motif khas pada tekstil, sangat selaras dengan semangat kelestarian lingkungan yang kini menjadi prioritas global. Warucraft Karangwaru memberdayakan pengrajin setempat dengan mengajarkan penggunaan bahan-bahan alami di sekitar mereka, seperti daun mangga, daun jati, kulit bawang merah, dan aneka flora lainnya untuk menciptakan spektrum warna natural yang menawan.

“Pendekatan ini tidak hanya melahirkan karya seni berkualitas tinggi secara visual, namun juga berkontribusi pada konservasi ekosistem,” katanya.

Di sisi lain, seni jumputan dan shibori yang berakar dari tradisi tie-dye menambah keragaman dalam panorama tekstil Karangwaru. Jumputan sebagai pusaka budaya Indonesia diintegrasikan dengan teknik shibori khas Jepang, melahirkan sintesis budaya yang seimbang. Melalui Warucraft Karangwaru, para pengrajin mendapat kesempatan mempelajari kedua metode ini, membuka ruang eksplorasi terhadap ragam pola geometris dan organik yang tercipta dari variasi teknik melipat, mengikat, dan mencelup.

Batik canting, sebagai puncak keagungan seni tekstil Indonesia yang telah memperoleh pengakuan UNESCO, mendapat fokus istimewa dalam agenda Warucraft Karangwaru. Teknik batik tulis dengan canting menuntut kesabaran dan kemahiran luar biasa yang wajib dilestarikan. Para ahli batik di Karangwaru tidak sekadar mentransfer keterampilan menggambar dengan malam panas, tetapi juga mengajarkan filosofi dan simbolisme yang terkandung dalam setiap motif. Pendekatan ini menjamin batik canting dipahami bukan hanya sebagai komoditas dagang, melainkan sebagai wahana penyampaian nilai-nilai adiluhung bangsa Indonesia.

Warucraft Karangwaru berhasil membangun lingkungan yang kondusif bagi kelangsungan seni tradisional melalui serangkaian program pembinaan, lokakarya, dan kemitraan dengan kelompok seni lainnya. Para peserta tidak hanya menguasai aspek teknis, tetapi juga memahami dimensi filosofis dan latar sejarah dari setiap kreasi mereka.

Dengan cara ini, mereka bertransformasi menjadi penyebar budaya yang kompeten dalam mentransmisikan warisan nenek moyang kepada generasi penerus.

“Pencapaian Warucraft Karangwaru dalam memelihara keempat cabang seni tekstil tersebut menunjukkan bahwa nilai-nilai tradisional dan kemajuan zaman dapat berkolaborasi secara harmonis,” ujar Novita.

Melalui pembaruan dalam sistem edukasi, strategi pemasaran digital, dan sinergi antar generasi, seni ecoprint, jumputan, shibori, dan batik canting tidak hanya mampu bertahan hidup, tetapi juga berkembang pesat dan menemukan posisinya dalam konteks masa kini. Warucraft Karangwaru telah menjadi contoh konkret bahwa upaya pelestarian budaya merupakan tanggung jawab kolektif yang membutuhkan kesetiaan, inovasi, dan komitmen jangka panjang

banner 336x280

No More Posts Available.

No more pages to load.