
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Kementerian Agama (Kemenag) dan Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) mengungkap fakta serius terkait kemampuan baca Alquran guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah umum. Hasil Asesmen Baca Al-Qur’an yang dilakukan di enam provinsi menunjukkan mayoritas guru PAI masih berada pada level dasar atau pratama, sementara yang mencapai kategori mahir jumlahnya relatif kecil.
Temuan tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Prof Amin Suyitno dalam acara Ekspos Hasil Asesmen Baca Al-Qur’an di Sekolah yang digelar di Jakarta, Rabu (17/12/2025) malam. Hasil survei ini juga dipaparkan secara lebih rinci oleh dosen Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Jakarta, Prof Made Syaikhu dan KH Abdurrahim.
Suyitno menjelaskan, program ini merupakan amanah strategis dari Bappenas agar Kementerian Agama melakukan pemetaan kemampuan baca Alquran. Karena, dari survei yang dilakukan, buta huruf Alquran di kalangan pelajar masih tinggi dan itu sangat dipengaruhi oleh kualitas gurunya.
“Dari beberapa hasil survei ditemukan, adanya gejala masih banyaknya buta huruf Alquran di lingkungan anak-anak pelajar kita, anak-anak sekolah kita,” ujar Suyitno dalam sambutannya.
Berdasarkan hasil asesmen, DKI Jakarta yang menjadi lokasi pelaksanaan pertama menunjukkan hanya 13 persen guru PAI yang berada pada kategori mahir. Dari total 4.129 peserta, sebanyak 2.344 orang atau 57 persen masih berada pada level pratama, sementara 30 persen berada pada level menengah.
“Itu di angka 57 persen bagaimana dia kemudian bisa memegang mata pelajaran agama dan ini tentu menjadi pertanda bahwa pantas saja kalau anak-anak lepas sekolah itu butuh atensi khusus,” ucap Suyitno.
Kondisi serupa bahkan terlihat di Provinsi Banten. Dari 8.120 peserta, guru PAI yang masuk kategori mahir hanya 12 persen, sementara 60 persen masih berada di level pratama.
Adapun Jawa Barat mencatatkan hasil paling mengkhawatirkan dari sisi proporsi. Dari 35.225 guru dan pengawas PAI, hanya 9 persen yang masuk kategori mahir, sedangkan 68 persen masih berada pada level pratama .
Dari enam provinsi yang diuji, Jawa Timur mencatatkan capaian terbaik. Sebanyak 17 persen dari 28.416 peserta berhasil mencapai kategori mahir, disusul 30 persen menengah dan 52 persen pratama.
Menurut Suyitno, capaian ini diduga kuat berkaitan dengan latar belakang guru PAI di Jawa Timur yang banyak berasal dari pesantren.
“Saya kira yang terbaik di Jawa Timur ya dengan angka 17 persen, mungkin ini karena rata-rata alumni guru-gurunya dari pondok pesantren,” katanya.
Sementara itu, DI Yogyakarta mencatat 11 persen guru mahir dari 2.995 peserta, dengan 61 persen masih berada pada level pratama . Jawa Tengah menunjukkan 15 persen mahir, 30 persen menengah, dan 54 persen pratama dari total 28.388 peserta.
Prof Amin menegaskan, hasil asesmen ini bukan semata kritik terhadap guru di lapangan, melainkan juga menjadi bahan evaluasi serius bagi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), khususnya Fakultas Tarbiyah.
“Bagaimanapun, pabrik guru PAI itu adalah fakultas tarbiyah. Input yang masuk harus benar-benar berkualitas, karena input akan sangat menentukan output,” jelasnya.
Hasil asesmen ini akan menjadi dasar pelaksanaan pelatihan baca Alquran bagi guru dan pengawas PAI. Guru yang telah mengikuti pelatihan nantinya akan mendapatkan sertifikat (syahadah) dan menjadi garda terdepan dalam program Bebas Buta Huruf Alquran di sekolah umum.












