JAKARTA, 7 Agustus 2025 – Pengamat Industri Baja dan Pertambangan, Widodo Setiadharmaji, memandang kebijakan golden share (saham istimewa) yang diterapkan pemerintah Amerika Serikat (AS) dalam akuisisi US Steel sebagai pelajaran penting bagi Indonesia untuk memperkuat kendali negara di sektor industri strategis.
Langkah pemerintahan
Donald Trump pada 12 Juni 2025 yang mewajibkan adanya golden share bagi
negara dalam proses akuisisi US Steel oleh Nippon Steel Jepang senilai US$14,9
miliar, menandai pergeseran paradigma global. Kebijakan ini menegaskan bahwa
peran negara sangat vital dalam mengendalikan arah industri strategis seperti
baja.
“Langkah AS itu
mencerminkan sebuah titik balik. Negara yang selama puluhan tahun menjadi
kampiun pasar bebas, kini merasa perlu menjadi pemain aktif untuk menjaga
kepentingan nasionalnya,” ujar Widodo Setiadharmaji di Jakarta.
Dalam kasus US
Steel, golden share bukan sekadar simbol, melainkan instrumen
hukum dalam kerangka National Security Agreement (NSA) yang
memberikan hak veto kepada Presiden AS. Hak veto ini mencakup penolakan
terhadap keputusan strategis, seperti mengubah komitmen investasi, memindahkan
kantor pusat, merelokasi produksi, hingga menutup fasilitas vital di
AS. Melalui skema ini, AS memastikan arah perusahaan tetap sejalan dengan
kepentingan nasional meskipun kepemilikan mayoritas beralih ke pihak asing.
PT Krakatau Steel (Persero)
Tbk/KS Groupyang dipimpin Akbar Djohan sebagai Direktur Utama dimana merupakan BUMN
di sektor baja memandang fenomena ini sangat relevan bagi Indonesia bagi bisnis
maupun meningkatkan kesejahteraan Rakyat Indonesia. KS Group sendiri terdapat beberapa pelajaran
penting yang dapat ditarik:
Afirmasi Sektor Strategis: Kasus ini menegaskan bahwa industri baja memiliki
peran vital yang melampaui kepentingan bisnis, karena terkait langsung
dengan infrastruktur, manufaktur, dan pertahanan.Instrumen Kontrol Efektif:Golden share terbukti menjadi alat
hukum yang kuat bagi negara untuk mengontrol keputusan perusahaan tanpa
harus memiliki saham mayoritas.Pelengkap Peran BUMN: Kebijakan
ini menawarkan alternatif bagi Indonesia, karena Negara dapat memiliki
kendali pada entitas swasta strategis tanpa menanggung beban kepemilikan
penuh.
“Indonesia
sebenarnya telah memiliki instrumen serupa, yaitu Saham Seri A Dwiwarna. Namun,
implementasinya perlu dioptimalkan dan diperkuat kerangka hukumnya agar
benar-benar efektif,” tambah Widodo.
Widodo Setiadharmaji
sepakat bahwa sudah saatnya Indonesia mempertimbangkan secara serius perpaduan
antara penguatan BUMN dan penggunaan instrumen hukum seperti golden
share secara lebih sistematis. Tanpa kehadiran negara yang kuat dan
instrumen kendali yang efektif, kedaulatan industri hanya akan menjadi wacana
dan cita-cita menjadikan baja sebagai tulang punggung pembangunan nasional akan
sulit terwujud.
(***)
Artikel ini juga tayang di VRITIMES