
Warga merokok tembakau linting. (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kasus seorang kepala sekolah yang menampar siswanya karena ketahuan merokok di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Banten viral di media sosial. Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) menyampaikan hasil risetnya yang menunjukkan gambaran banyaknya anak-anak Indonesia yang menjadi perokok aktif dan ironi bahwa rokok menjadi pengeluaran terbesar anak-anak miskin Indonesia.
Direktur Advokasi Kebijakan IDEAS Agung Pardini mengungkapkan, survei yang dilakukan IDEAS pada 2024 lalu mengungkap betapa luas dan mengakar kebiasaan merokok di kalangan anak miskin desa, bahkan sejak usia SD.
Dengan jumlah responden 106 perokok anak dan remaja dari rumah tangga miskin di 54 desa tertinggal dan sangat tertinggal di 13 kabupaten pada lima provinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan DI Yogyakarta.
“Hasilnya, sangat mengejutkan yaitu 69,8 persen responden perokok anak tersebut adalah perokok aktif, 18,9 persen merokok sesekali, dan 11,3 persen baru mulai belajar merokok,” ungkap Agung dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu (18/10/2025).
“Sebagian besar, yaitu 58,5 persen mulai merokok di usia SMP (13–15 tahun), 25,5 persen sudah mencoba sejak SD (6–12 tahun), dan hanya 15,1 persen yang baru mulai di usia SMA (16–19 tahun),” lanjutnya.
Berdasarkan riset itu pula, Agung mengungkapkan, fase mengenal rokok dan fase menjadi perokok aktif hampir tidak memiliki jarak waktu.
“Begitu anak mencoba merokok, mereka langsung terjerat menjadi perokok aktif,” tuturnya.
Sebanyak 46,2 persen anak dan remaja mengaku mulai mengalami kecanduan rokok saat SMA. Kebiasaan itu, kata Agung, berimplikasi langsung terhadap pola konsumsi dan masa depan pendidikan mereka.