
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hilmi Zadah Faidullah (Ketua Program Studi Fisioterapi Unisa Yogyakarta)
Ramadhan bukan sekadar bulan ibadah, tetapi juga menjadi momentum transformasi sosial. Setiap individu yang menjalankan puasa Ramadhan ibarat sebuah sel dalam tubuh yang besar, yang jika bergerak harmonis dan teratur, maka akan dapat menciptakan perubahan signifikan dalam proses metabolisme.
Gerak akan mempengaruhi kehidupan manusia dalam kontestasi kehidupan sosialnya sama dengan pengaruh gerak sel pada metabolisme tubuh. Ramadhan mengajarkan nilai-nilai kebaikan yang tidak hanya bersifat personal tetapi juga kolektif, menuntun umat Islam menuju kesalehan sosial yang berkelanjutan di masa depan.
Salah satu nilai utama bulan Ramadhan adalah solidaritas. Saat menahan lapar dan dahaga, umat Islam diajak untuk lebih memahami penderitaan mereka yang kurang beruntung. Ini bukan sekadar empati pasif, tetapi juga dorongan untuk bertindak aktif melalui sedekah, zakat, dan berbagai bentuk kepedulian lainnya. Kesadaran ini harus terus berkembang, bukan hanya sebagai ritual tahunan, tetapi sebagai budaya yang tertanam kuat dalam keseharian.
Ramadhan juga mengajarkan kedisiplinan dan pengendalian diri. Kedisiplinan dalam menahan hawa nafsu dan menjaga akhlak menjadi modal penting dalam membangun masyarakat yang tertib dan harmonis. Jika nilai ini terus dipertahankan setelah Ramadhan, maka akan lahir individu-individu yang lebih bertanggung jawab dan peduli terhadap lingkungan sosialnya.
Kesalehan sosial juga terlihat dalam semangat kebersamaan yang masif selama Ramadan. Berbuka puasa bersama, tarawih berjamaah, hingga kegiatan sosial lainnya yang mampu menciptakan kondisi untuk mempererat hubungan antar sesama.
Momentum ini menunjukkan bahwa manusia menjadi entitas yang hidup berkelompok dan kebersamaan dapat menjadi solusi dari berbagai permasalahan sosial yang ada. Seperti sel-sel dalam tubuh yang bekerja sama untuk menjaga metabolisme tetap sehat, aktivitas sosial yang harmonis juga dapat menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan berdaya.
Di masa depan, tantangan kehidupan sosial semakin kompleks. Individualisme dan kesenjangan sosial berpotensi semakin melebar. Namun, jika nilai-nilai yang ada di bulan Ramadan terus diterapkan, maka masyarakat yang lebih adil dan harmonis dapat terwujud. Kesalehan tidak cukup hanya dalam ibadah pribadi, tetapi harus diwujudkan dalam interaksi sosial yang lebih luas.
Makna kesalehan sosial menjadi semakin penting untuk menyelamatkan carut marut kehidupan saat ini. Ketimpangan ekonomi, konflik sosial, dan ketidakpedulian terhadap sesama adalah masalah yang terus membayangi masyarakat dewasa ini.
Dengan menerapkan semangat kepedulian, keadilan, dan kebersamaan yang diajarkan Ramadan, kita dapat membangun kehidupan yang lebih damai dan sejahtera. Kesalehan sosial adalah jawaban atas berbagai persoalan yang melanda, menjadi kompas moral yang menuntun umat manusia menuju kehidupan yang lebih baik.
Ramadhan bukan sekadar bulan suci penuh ampunan, tetapi juga momentum gerak sel menuju kesalehan sosial yang berkelanjutan. Jika setiap individu menjadikan Ramadhan sebagai titik awal perubahan, maka masa depan yang lebih baik bukan sekadar impian, tetapi sebuah keniscayaan.